Budidaya kupu-kupu sebenarnya tidak berbeda jauh dengan peternakan hewan lainnya; yakni hewan yang dipelihara sampai mencapai ukuran tertentu untuk dimanfaatkan atau dijual.
Hanya, para penangkar satwa liar indah ini sering merasa adanya unsur seni, apalagi saat menonton kupu-kupu segar menetas dari kepompong dan mengeringkan sayapnya menjelma bagaikan permata terbang. Tentu, persyaratan menjadi penangkar kupu-kupu akan berbeda dengan persyaratan menjadi peternak hewan besar. Walaupun pekerjaannya dapat dianggap ringan – seratus ekor ulat hanya seberat sebuah jeruk – namun memerlukan tingkat ketelitian/ketekunan yang luar biasa untuk menguasi ilmu penangkaran sehingga menjadi penangkar kupu-kupu yang berhasil dan sukses.
Prasana
khusus untuk penangkaran memang ada, dan akan digambarkan secara
lengkap dalam buku pedoman ini, namun semua alat dapat diperoleh dengan
mudah di tingkat pedesaan, dan peminat bisa mulai dari tingkat hobi
sebelum masuk kelas “profesional”. Bahkan penangkar kupu-kupu kecilpun
tak akan kalah dengan pengusaha kupu-kupu besar jika teliti dan rapi
dalam pelaksanaannya.
Sebelum
mulai, perlu dijelaskan kegunaan kupu-kupu, yang pada dasarnya ada dua.
Yang pertama yaitu sebagai kupu-kupu mati yang kemudian diopset
(diawetkan) untuk menjadi bahan hiasan jenis bingkisan dan segalanya,
atau sebagai obyek bagi pakar atau pemuda yang gemari mengoleksi
kupu-kupu. Walaupun sebagian besar kupu-kupu untuk kebutuhan ini
disediakan melalui penangkapan di alam, namun kupu-kupu yang berasal
dari penangkaran akan lebih baik dan mulus serta harga ditentukannya
lebih tinggi.
Pasaran
yang kedua adalah sebagai kupu-kupu hidup. Seperti halnya dengan burung
yang dipelihara dikandang sebagai obyek wisata, kupu-kupu hidup dilepas
terbang bebas dalam kandang agar ditonton para tamu, terbang secara
alami. Fase kupu-kupu yang diperdagangkan di pasaran ini adalah fase
kepompong, dimana kupu-kupu dapat dikirim ke Taman Kupu-kupu tujuannya
sambil beristirihat. Tujuan utama penjualan kepompong ini adalah Eropa
dan Amerika Serikat, tetapi adapun Taman Kupu-kupu di Singapura, Penang,
dan sekarang telah terdapat pula di Tabanan Bali, serta Taman Mini
Indonesia Indah.
Walapun
demikian, perlu diingat bahwa jalur penjualan kupu-kupu tidak seluas
jalur pemasaran kambing atau sapi, misalnya, dan disarankan dicari jalur
pemasaran selanjutnya sebelum mulai menangkarkan.
Sampai
kini pengetahuan tentang kehidupan kupu-kupu masih terbatas, sehingga
yang digambarkan dalam buku pedoman ini dianggap pengenalan saja. Kalau
berminat, silahkan coba saja!
DAUR HIDUP
Sebelum
mulai bersangkar, perlu kita pelajari beberapa hal dasar tentang
kupu-kupu. Kuncinya adalah pengertian tentang daur hidup kupu-kupu,
seperti digambarkan dalam Kotak Informasi 1. Yang nampak dengan jelas
adalah perbedaan antara anakan (ulat atau 1arva) dengan kupu-kupu
dewasa: sang ulat berbentuk bulat lonjong, dengan mata dan kaki
sederhana saja; sedangkan sang kupu-kupu dewasa badannya dibagi menjadi
tiga bagian: kepala mempunyai mata majemuk, antena, dan lidah panjang;
toraks mempunyai enam kaki, dan dua pasang sayap; dan abdomen mempunyai
alat kelamin. Perubahan yang terjadi dari ulat sehingga dapat menjadi
kupu-kupu disebut metamorfosis sempurna, dan berlangsung selama fase
kepompong. Hal ini berbeda dengan metamorfosa tak sempurna (bertahap)
dimana anakan selalu mirip serangga dewasa, seperti terjadi pada
binatang jangkrik dan belalang.
Telur
Umumnya
betina meletakkan telur pada daun pakan ulatnya, atau di dekatnya.
Bentuk telur tergantung pada suku kupu-kupu – ada yang bulat, memanjang,
berbentuk botol, atau keriput. Setelah sekitar 4-5 hari, menetaslah
telur dan keluar seekor ulat yang kemudian makan cangkang telur yang
bergizi.
Kepompong
Bentuk
kepompong tergantung pada jenis kupu-kupu, namun berbagai suku
mempunyai ciri khas dan dapat dibedakan (lihat Kotak Informasi 3). Dalam
kepompong terjadilah metamorfosa sempurna, sehingga organ tubuh
berkembang dan sayap terbentuk. Masa kepompong juga tergantung pada
jenis dan cuaca – dimana jenis yang lebih kecil lebih cepat matang dan
lebih cepat menetas di daerah yang lebih panas.
Setelah
beberapa waktu (7-30 hari, tergantung jenis kupu-kupu), kulit kepompong
akan beruba warnanya, dan kelihatan kupu-kupu terbentuk didalamnya.
Biasanya pada pagi hari, kulit kepompong akan robek, dan kupu-kupu
dewasa akan keluar.
Kupu-kupu dewasa
Kupu-kupu
yang baru menetas akan tetap menggantung dan menunggu sayapnya
merentang dan mengeras, dan sementara itu akan membuang kotoran cair
Ketika sayapnya sudah keras, ia akan mengepakkannya dan terbang menuju
dunia luas. Sayap kupu-kupu dilapisi dengan sisik-sisik kecil, yang
kelihatan seperti serbuk jika disentuh. Sisik-sisik ini yang memberikan
nama kupu-kupu dalam bahasa Latin - Lepidoptera, yang artinya sayap bersisik.
Kupu-kupu dewasa mempunya lidah (proboscis)
yang tergulung dibawah kepala. Karena berbentuk sedotan, lidah cuma
dapat dipakai untuk mengisap cairan-cairan – umumnya nektar dari bunga.
Selain nektar, kupu-kupu jantan dan betina dapat mengisap sari buah dan
getah pohon; sang jantan juga mencari zat garam untuk kebutuhan
perkawinan – sumbernya yaitu becek, beton basah, air kencing, maupun
bangkai dan kotoran lainnya.
Kupu-kupu
dewasa adalah tahap menghasilkan keturunan. Kupu-kupu betina bisa
langsung kawin begitu menetas dari kepompong, sedangkan yang jantan
biasanya membutuhkan waktu lebih dari tiga hari untuk persiapan. Dalam
perkawinan jantan dan betina berpasangan selama berapa jam. Dua atau
tiga hari berikutnya yang betina dapat bertelur. Jumlah telur yang ia
letakkan bervariasi tergantung jenis – untuk kupu-kupu besar seperti Ornithoptera
biasanya satu-dua butir, namun jenis-jenis lain bisa sampai 30 butir
per hari. Jumlah total telur bisa mencapai ratusan butir selama masa
hidupnya sang betina, yang mana bervariasi antara 10 hari sampai dengan 2
bulan.
POLA-POLA PENANGKARAN
Kupu-kupu
adalah satwa liar, dimana sumbernya adalah lingkungan alam tertentu.
Untung di alam terdapat banyak pemangsa dan hama. Kenapa? Misalkan tiap
induk dapat bertelur sebanyak 200 telur di alam; kalau semua ulat jadi
kupu-kupu penglihatan kita jarak pendek saja karena terhalang oleh
awan-awan kupu-kupu! Sekarang kita sadar bahwa dua hal paling pokok
dalam upaya penangkaran adalah PEMBERIAN PAKAN INANG dan PENCEGAHAN HAMA
DAN PENYAKIT.
Persedian induk
Upaya
penangkaran membutuhkan persediaan telur yang subur dan sehat dalam
jumlah banyak. Kadang-kadang kita ketemu suatu ekor kupu-kupu yang
sedang bertelur kemudian telur dapat dikumpulkan selama beberapa hari di
tumbuhan yang sama. Namun, untuk memperoleh telur dalam jumlah yang
lebih menentu kita harus memelihara beberapa induk betina sebagai sumber
telur.
Salah
satu sumber betina adalah dari alam. Kupu-kupu dapat ditangkap dengan
mengunakan jaring besar yang dibuat dari kain kasar yang paling halus,
atau kain kelambu. Betina dapat ditangkap dekat bunga-bunga yang
dikunjunginya, atau pada saat bertelur. Kupu-kupu yang diketemui sedang
mengisap air becek di sungai selalu kupu-kupu jantan, yang tentu tidak
akan bertelur. Setelah ditangkap, kupu-kupu dimasukkan ke dalam amplop
dengan seksama, agar perutnya tidak tertindis; amplop cukup ketat
sehingga sayapnya tidak rusak akibat gerakan kupu-kupu. Supaya kupu-kupu
lebih tahan di wilayah yang panas, sepotong kapas yang dibasahi air
dapat ditaruh da1am amplop. Seketika tiba kembali di penangkaran
kupu-kupu dilepas, yang lemah dapat diberikan air gula .
Betina
sehat yang ditangkap di alam biasanya bunting; hal ini kelihatan dari
perut yang bengkak. Jika kita peroleh induk betina dari hasil penetasan
kepompong dia perlu kawin sebelum bertelur supaya te1urnya subur. Untuk
itu diusahakan jumlah jantan dan betina dikandang berseimbang – kalau
kelebihan jantan baru betina-4etina yang ada akan dikejar terus sehingga
stress dan tidak bertelur banyak. Betina yang lebih jinak akan
dihasilkan dari penetasan kepompong karya penangkar sendiri.
Seperti
dijelaskan di atas, keturunan kupu-kupu yang sudah ditangkar dapat
berfungsi sebagai induk juga; jika demikian kita harus waspada menjaga
tidak terjadi masalah lemah genetika. Kupu-kupu yang sering ’kawin
dalam’ (dengan saudaranya sendiri) akan lemah, kecil, dan mudah kena
penyakit. Untuk mencegah tidak terjadi demikian, diusahakan agar sering
dimasukkan stock induk baru berupa betina ataupun jantan yang ditangkap
dari alam.
Bisa
juga dilakukan kawin buatan. Dalam teknik ini kelamin dari jantan dan
betina digosok satu sama lain sampai kelamin melekat, kemudian kupu-kupu
sepasang dibiarkan bersambung selama beberapa jam sampai perkawinan
selesai. Kadang-kadang bisa mempermudahkan proses ini jika kelamin
betina dikorek kuku dulu agar lebih terangsang. Teknik kawin buatan ini
biasanya dipakai dalam upaya menghasilkan kawin silang antara dua jenis
yang berbeda, terutama kupu-kupu besar dari keluarga Papilio atau Troides.
Selain penangkapan kupu-kupu dewasa, kita juga dapat memanfaatkan telur, ulat, dan kepompong dari alam sebagai sumber induk.
Fase Ulat
Fase
ulat adalah fase pertumbuhan, dimana badannya dapat berkembang sebanyak
200 kali sejak menetas dari telur sampai masuk fase kepompong. Karena
diletakan pada pakannya langsung, ulat tidak perlu berjalan jauh, cukup
melekat pada daun dan batang pakan inang dengan mengunakan kaki
sederhana dan kaki semu. Rahang ulat yang keras dipakai untuk mengunyah
daun pakannya, dan sebagian besar isi badannya terdiri dari usus.
Makanannya adalah daun tumbuhan yang spesifik bagi tiap jenis kupu-kupu,
dan ulat-ulat tidak akan makan sembarang daun.
Selama
masa berkembangnya, ulat akan mengganti kulitnya empat kali, kulit
bekas akan dimakan karena mangandung zat-zat penting. Tiap tingkat
pertumbuhan.dinamakan instar.
Lamanya
fase ulat sangat tergantung pada jenis kupu-kupu, serta cuaca; berkisar
antara 7- 40 hari atau lebih. Setelah cukup besar, ulat akan mencari
tempat yang aman untuk beristirihat, dan akan mengantungkan diri
menggunakan beberapa benang sutera, kemudian mengganti kulit menjadi
kepompong (krysalis/pupa).
Pengelolaan telur
Adapun beberapa cara memperoleh telur dari kupu-kupu betina yang bunting.
Secara
alami – dimana kupu-kupu dilepaskan ke dalam kandang agar dia bisa
terbang, minum, dan bertelur seperti di alam. Pada prinsipnya kandang
yang semakin besar semakin baik, tetapi kandang berukuran 5 meter
panjang, 3 meter lebar, dan 2,5-3 meter tinggi akan cukup bagai
kebanyakan jenis kupu-kupu. Tiang kandang dibuat dari pipa, kayu balok,
atau kayu bulat. Bahan dinding yang terbaik adalah kain khasar hitam
seperti umum dipakai petani untuk jemur coklat, atau peternak ikan. Kain
ini akan tahan tiga tahun atau lebih, dibandingkan dengan kawat yang
tidak akan tahan sampai dua tahun, dan lagi mahal.
Isi
kandang ditanami pohon sampai suasana rimbun, dengan adanya banyak
bunga sebagai tempat isap kupu-kupu dewasa. Bunga yang cocok adalah
kumis kucing (Orthosiphon sp), Tembelekan (Lantana camara),dll.
Penting sekali ada sumber air dekat karena kupu- kupu akan lebih tahan
jika kandang tetap lembab – sebaiknya kandang disiram sekali sehari.
Letak
kandang sebaiknya supaya kandang kena matahari pada pagi hari, tetapi
ada juga tempat sombar menjelma panas siang; tidak kena angin keras; dan
tidak dapat dicemari pestisida. Untuk mencegah masalah hama usahakan
tidak ada celah supaya tikus, kadal, dan cicak tidak bisa masuk dan
hindari tempat banyak semut merah (’laga’). Di perusahan penangkaran
kupu-kupu besar, dasar kandang dilantai beton, dengan ada parit air
sekililingnya untuk menghindari serangan semut. Bagi penangkar tingkat
desa bangunan seperti ini hanya akan merepotkan dan sangat mahal.
Sang
betina biasannya meletakkan telur pagi atau sore hari langsung pada
tumbuhan pakan inang yang lunak atau segar. Agar mudah mengumpulkan
telurnya nanti, sebaiknya ditnaruh satu pohon tumbuhan saja; pohon ini
dapat disediakan dalam polibag atau ditanam langsung. Jika kupu-kupu
tidak bertelur pada pohon teresbut, dapat dicoba di beberapa tempat,
ataupun diangkat lebih tinggi, sampai diketemukan kesukaan kupu-kupu
yang diminati. Dalam keadaan begini, diusahakan kumpulkan semua telur
minimal dua kali sehari untuk mengurangi serangan parasit. Kalau ada
waktu, paling baik tiap tiga jam.
Kadang-kadang
kita akan ketemu kupu-kupu yang tidak suka bertelur di kandang biarpun
sudah berapa ekor diuji. Ada dua cara untuk mengatasi masalah ini. Induk
dapat disimpan ke dalam jaringan kecil yang penuh dengan
potongan-potongan daun pakan inang sehingga terpaksa dia injak-injak
daun tersebut dan terangsang untuk bertelur. Lebih baik lagi simpan
beberapa ekor induk yang akan saling menganggu sehingga lebih sering
injak pakan inang dan upaya kita lebih berhasil. Satu cara yang mirip
adalah jika induk bersama sepotong daun inang ditutup dalam tas plastik
bening. Dalam kedua kasus ini, induk betina mesti diberikan minumnn
tambahan berupa air gula (lihat Kotak Informasi X) dua kali sehari.
Telur
yang diperoleh boleh diambil sendiri-sendiri atau bersama dengan
sepotong daun dimana telur diletakkan. Kemudian dapat disimpan dalam
kotak keci1, dan simpan ditempat yang aman dari gangguan semut atau hama
lain, dan tidak kena ca4aya mata4ari langsung. Ketika ulat menetas
setelah 5-12 hari berikan waktu untuk makan kulit telurnya, kemudian
dapat diangkat secara seksama dengan memakai kuas halus, atau sepotong
daun inang yang lunak.
Pemeliharaan ulat (larva)
Dasar
pemeliharaan ulat selanjutnya yaitu memberikan pakan berupa daun inang
yang segar dalam jumlah yang cukup, menjamin kebersihan dan kesehatan,
dan menjaga agar tidak terjadi serangan hama yang dapat menghabisi
ulat-ulat peliharaan. Dibawah ini digambarkan beberapa cara untuk
memelihara ulat, yang dapat disesuaikan 6engan kebutuhan masing-masing
jenis kupu-kupu yang ditangkar.
I Alamiah
Dimana
tidak terdapat banyak hama atau parasit ulat kupu-kupu, cukup ditanam
pakan inang seoara berkelebihan di halaman rumah peternak atau dalam
kandangnya. Sumber telur adalah induk kupu-kupu yang ada di lingkungan
sekitar, atau yang terbang bebas di dalam kandang. Kegiatan peternak
yaitu pengamatan secara periodik untuk mengatasi masalah-masalah yang
munoul, kemudian mengambil kepompong ketika suda4 siap dipanen.
Teknik
penangkaran tanpa sangkar ini, yang sering disebut ’ranching’, kurang
cocok untuk kebutuhan kepompong hidup karena bisa terjadi infeksi dengan
parasit, tetapi lebih baik bagi upaya kupu-kupu mati (spesimen).
II Pembungkus Semi Alamiah
Cara
paling sederhana untuk menghindari serangan hama dan parasit yang ganas
itu, adalah jikalau sepotong pohon pakan inang dibungkus dengan kain
khasa yang halus (XX lubang per senti). Berbentuk sarung, satu ujungnya
diikat ketat pada cabang pohon kemudian ujung lainnya diikat setelah
ulat diletakkan ke dalamnya. Jumlah ulat tidak perlu banyak, cukup 10 –
20 ekor, sesuai dengan jumlah daun yang tersedia. Tiap 4erapa hari kain
dapat dibuka untuk membuang kotoran ulat yang terkumpul. Untuk
menghindari hama, sebaiknya daun-daun diperikisa sebelum dibungkus dan
dibersihkan dari pemangsa seperti laba-1aba atau semut. Jika bagian
cabang pohon dibawah bungkusan dicet dengan oli bekas atau lem tikus,
maka semut tidak akan menganggu.
III Pot Pembungkus
Dengan
cara ini, tumbuhan yang telah disediakan dalam koker atau pot dibungkus
dengan kain halus. Sebaiknya kain tidak menyentuh tumbuhan di dalamnya,
karena gigitan tikus dan kadal dapat tembus! Pot yang dibungkus bisa
berdiri dalam bak air atau oli untuk mencegah serangan semut, ataupun
digantung untuk menghemat tempat.
Sama
hal dengan cara diatas, sebaiknya ulat tidak terlalu padat. Kalau
persediaan daun akan habis, ulat bisa dipindahkan ke pot baru, yang
kemudian dibungkus lagi. Keuntungan dengan memakai kedua cara tersebut
diatas yaitu penangkar tidak terlalu repot menyediakan daun segar, namun
persediaay tumbuhan dalam pot harus cukup banyak.
IV Kotak Pemeliharaan
Pola
penangkaran ini lebih intensif, dan perlu lebih banyak perhatian
penangkar. Pakan ulat berupa kokeran atau potongan-potongan daun
diletakkan dalam kotak pemeliharaan, kemudian dimasukkan ulat. Daun yang
disediakan harus segar, bersih, dan bebas dari hama. Jika ranting
ditancap ke dalam air daun akan lebih tahan, namun perlu dicegah agar
ulat tidak turun dan tenggelam di dalam air. Daun yang layuh perlu
diganti, biasanya sekali sehari, agar ulat selalu dapat makanan yang
segar; kalau hal ini tidak diperhatikan ulat akan kelaparan sehingga
kepompong yang dihasilkan kerdil dan tidak laku dijua1.
Dasar
kotak sebaiknya dilapisi dengan kertas koran, agar kotoran keras dan
encer dapat dibuang tiap hari. Bagaimanapun, kebersihan harus diutamakan
demi upaya mencegah penyakit virus atau bakteri. Setiap selasai
dipelihara satu generasi, sebaiknya kotak dikosongkan, kemudian dicuci
dengan larutan pemutih (Bayklin).
Kotak
pemiliharaan ini tidak boleh kena sinar matahari 1angsung. Kalau
terlalu panas bisa dispoit embun air bersih dengan memakai sprayer yang khusus (jangan yang bekas dipakai untuk pestisida!) asal ulat tidak disiram basah-basah.
Kentungan
memakai sistem ini adalah bahwa pakan dapat diambil dari alam jika
belum cukup persediaan peternak sendiri; kerugiannya adalah menyita
waktu untuk penggantian daun tiap hari. Tidak semua jenis ulat bisa
terima pakan yang dipotong.
V Kotak Plastik
Jika
sepotong daun diletakkan ke dalam kotak plastik yang kemudian ditutup
rapat, daun itu akan tahan segar beberapa hari. Hal ini dapat
dimanfaatkan jika diisi pula satu atau beberapa ekor ulat, yang kemudian
cuma perlu perhatian jika daun sudah mulai habis. Kebersihan sangat
penting – dasar kotak harus dialas dengan kertas tisu atau kertas koran
untuk menyerap kelembaban, dnn kertas diganti tiap hari. Suatu para-para
kecil dapat berfungsi untuk mengangkat ulat dari dasar kotak sehingga
tidak kena kotoran yang ada. Penting sekali kotak plastik tidak ditaruh
di cahaya mata hari karena ulat akan cepat mati kepanasan.
Tidak
semua jenis dapat ditangkar dengan perilaku ini, namun polanya dapat
dijadikan pedoman dalam upaya mengamati perkembangan ulat bagi kupu-kupu
yang baru ditemukan, dan pakannya sangat terbatas. Bermanfaat juga bagi
ulat yang baru menetas, dirawat sampai cukup besar untuk terima
perilaku lainnya.
Masa Kepompong
Ulat
yang sudah cukup besar akan merubah menjadi kepompong. Ulat tersebut
akan berhenti makan beberapa waktu, kemudian berjalan sekeliling
kandangnya mencari tempat cocok untuk bergantung. Untuk itu dapat
disediakan potongan ranting-ranting. Cara mengantung yaitu dengan ikatan
sutra pada ujung pantat, dan juga ikatan dada untuk ulat jenis Papilionidae.
Setelah
bergantung 1-2 hari, ulat untuk terakhir kali ganti kulit menjadi
kepompong. Kepompong dibiarkan mengeras beberapa waktu, kemudian dapat
dipetik. Bukan semua kepompong akan jadi sempurna: kepompong yang baik
adalah yang besar, segar, dengan warna baik; kepompong yang hidup bisa
bergerak kalau dikorek. Kepompong yang tidak baik adalah yang kerdil,
bernoda hitam, mengeluarkan cairan, luka atau bengkok, berbau, berjamur,
atau memanjang perut. Peternak sendiri dengan cepat dapat mengetahui
hal ini jika melakukan penetasan pada kepompong yang dihasilkan.
Dapat disaksikan bahwa warna kepompong jenis Papilio
bervariasi antara hijau dan coklat. Hal ini bukan dampak kelamin atau
jenis, malahan tergantung pada posisi letak kepompong – jika pada bahan
yang halus kepompong akan hijau, jika pada bahan yang kasar maka coklat
kepompongnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar